The Dragon Game & Year End Night


Lebih dari dua dekade lampau, dunia belum lagi dirasuki teknologi internet seperti sekarang ini, industri televisi juga masih memiliki lingkup terbatas. Ketika itu setiap perayaan malam pergantian tahun belum (meminjam istilah penyanyi Syahrini) se “cetar membahana” seperti sekarang, tetapi bukan berarti anak – anak tidak memiliki kegembiraan, mereka memiliki cara berbeda menikmati malam pergantian tahun yang sejak dulu sudah ditradisikan menjadi hari libur sekolah. Sejak sore dan malam hari (tetapi tidak hingga tengah malam, yang sudah harus menjadi waktu beristirahat), anak – anak berkumpul di halaman rumah salah seorang dari mereka, biasanya yang halamannya luas dan sudah biasa dijadikan tempat berkumpul (base camp). Disana mereka melakukan permainan tradisional seperti Petak Umpet, Benteng, Kasti, Patok Lele, Cublak Suweng dan Ular Naga.
Ular Naga adalah permainan berkelompok yang biasanya dimainkan paling akhir, karena lebih menarik bila dimainkan si bawah cahaya rembulan. Pemainnya berjumlah 5 orang atau lebih, berusia 5 – 12 tahun. Mereka berbaris berpegang baju bagian belakang anak yang berbaris di depannya, yang dianggap seperti “buntut”. Anak yang badannya paling besar biasanya ditunjuk sebagai “pemimpin” dan berada di barisan paling depan. Dua orang lagi yang cukup besar berperan sebagai “gerbang”, mereka berdiri saling berhadapan dan berpegangan tangan di atas kepala. Anak yang ditunjuk sebagai pemimpin dipilih dari yang tangkas dan tidak malu berbicara karena kelanjutan dan daya tarik permainan ini berada di tangan mereka.

Permainan dimulai dengan barisan akan bergerak melingkar kesana kemari bak Ular Naga, mengitari “gerbang” sambil menyanyikan lagu:
"Ular naga panjangnya bukan kepalang
Menjalar-jalar selalu kian kemari
Umpan yang lezat, itu yang dicari
Kini dianya yang terbelakang"

Pada saat - saat tertentu sesuai dengan posisi lagu, Ular Naga akan berjalan melewati "gerbang". Pada saat terakhir, ketika lagu habis, seorang anak yang berjalan paling belakang akan 'ditangkap' oleh "gerbang". Setelah itu, si "pemimpin" dengan semua anggota barisan berderet di belakangnya berbantah-bantahan dengan kedua "gerbang" meminta anak yang ditangkap untuk dibebaskan. Dialog yang terjadi biasanya (di setiap daerah bisa berbeda – beda, bahkan di daerah yang sama bisa berbeda bergantung improvisasi di “Pemimpin”) adalah (P = Pemimpin dan G = Gerbang):
P : "Mengapa anak saya ditangkap ?"
G : "Karena menginjak-injak pohon jagung.. "
P : "Bukankah dia sudah kuberi (bekal) nasi ?"
G : "Nasinya sudah dihabiskan "
G2 : (menyeletuk) "Anaknya rakus, sih... "
P : "Bukankah dia membawa obor ?"
G : "Wah, obornya mati tertiup angin.. "
P : "Bukankah .... ?"
G : "..... ", dan seterusnya

Sampai akhirnya si Pemimpin menyerah dan kemudian untuk meyakinkan kokohnya "penjara" yang dihadapinya dia biasanya menanyakan (Sambil menunjuk salah satu lengan si "gerbang")
P : "Ini pintu apa ?"
G : "Pintu besi !"
P : "Yang ini ?", (menunjuk tangan yang lain)
G : "Pintu api !"
P : "Ini ?" (menunjuk tangan yang lain lagi)
G : "Pintu air !",
P : "Dan ini ?" (menunjuk tangan yang terakhir)
G : "Pintu duri !"

Si “Pemimpin” biasanya langung menujukan wajah putus asa, dan karena yakin bahwa "penjara" tak bisa ditembus, dia pun berpaling kepada anak yang ditangkap:
P : "Kamu mau pilih 'bintang' atau 'bulan' ?"
A : "Bintang !"

Dan anak malang itu ditempatkan di belakang salah satu "gerbang", yang digelari 'bintang'. Permainan pun dimulai lagi dengan berbaris melingkar dan menyanyikan lagu yang sama, sampai semua anak ditangkap. Setelah itu kedua “gerbang” akan berusaha saling merebut anak yang “ditawan” dengan cara tarik menarik lengan seperti permainan tarik tambang dibantu oleh “anak” masing – masing. Kelompok yang berhasil menarik lawannya dinyatakan sebagai pemenang. Setelah itu anak – anak pun membubarkan diri atau bubar karena dipanggil orang tua masing – masing karena malam telah larut.

Pergantian tahun pun berlangung sebagaimana takdirnya tetapi tidak dimaknai berlebihan oleh anak – anak, tidak ada pesta pora, tetapi bukan berarti tidak ada kegembiraan. Kalaupun ada yang ingin dimaknai dalam permainan ini adalah anak – anak dalam barisan ular naga itu seperti mengantri memasuki gerbang baru menuju dunia baru yang berbeda seiring dengan pertambahan usia mereka. Anak – anak itu menikmati malam pergantian tahun dengan cara tidak kalah menggembirakan dibandingkan meniup trompet, menyalakan kembang api, membunyikan lonceng, atau berbaur dalam keramaian pesta orang dewasa

“SELAMAT TAHUN BARU 2013”